Karesidenan.com, PATI – Hak Angket merupakan hak istimewa yang melekat pada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hak Angket bertujuan supaya DPR bisa melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan undang-undang.
DPRD Kabupaten Pati baru saja menyetujui Hak Angket terhadap panitia pengisian perangkat desa pada sidang paripurna hari senin (25/4/2022). Sebanyak 43 anggota dewa menyetujui namun masih ada 7 anggota dewan yang tidak setuju.
Meski demikian, Ketua DPRD Kabupaten Pati Ali Badrudin selaku pimpinan sidang tetap mengetok palu untuk menyetujuinya. Karena sudah ada tiga perempat anggota dewan yang setuju.
Dengan ini Hak Angket pengisian perangkat desa di Kabupaten Pati tahun 2022 tetap akan dijalankan dan ini menjadi pertama kali dalam sejarah di Pati.
Hak Angket tertuang pada Undang-undang Dasar 1945. Sehingga anggota DPR sejak pertama kali dibentuk di zaman kemerdekaan Republik Indonesia sudah boleh mengajukannya.
Hak Angket sebetulnya bertujuan agar DPR bisa melakukan pengawasan. Tetapi tak jarang muncul penilaian bahwa pengajuan Hak Angket sebagai pengadilan terhadap kubu tertentu yang bermuatan politik.
Dikutip Karesidenan.com dari berbagai sumber, berikut sederet Hak Angket yang lolos di paripurna DPR mulai dari zaman Presiden Sukarno hingga sekarang:
Masa Pemerintahan Presiden Sukarno
Hak Angket Penggunaan Devisa
DPR pertama kali menggunakan Hak Angket adalah pada tahun 1950-an. Ketika itu Ketua DPA (Dewan Pertimbangan Agung, kini lembaga ini sudah tidak ada, -red) R. Margono Djojohadikusumo mengusulkan agar DPR menggunakan Hak Angket untuk menyelidiki untuk-rugi penggunaan devisa oleh pemerintah sesuai dengan UU Pengawasan Devisen tahun 1940.
Hak angket tersebut terdiri dari 13 anggota dengan Margono sebagai ketuanya. Namun hingga terbentuk kabinet hasil Pemilu 1955, nasib angket tersebut tidak jelas.
Untuk diketahui, pada tahun 1950-1959 RI menggunakan UUDs 1950 sebelum akhirnya Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit pada tahun 1959 untuk kembali kepada UUD 1945.
Masa Pemerintahan Presiden Soeharto
Hak Angket Pertamina
Pada tahun 1980, DPR pernah menggulirkan Hak Angket karena ketidakpuasan atas jawaban Presiden Soeharto soal kasus yang menyangkut H Thahir dan Pertamina yang disampaikan Mensesneg Sudharmono dalam Sidang Pleno DPR pada 21 Juli 1980.
Panitia angket terdiri dari 20 orang (14 orang dari FPDI, 6 dari FPP). Namun angket ini berujung penolakan oleh Sidang Pleno DPR.
Masa Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid
Hak Angket Buloggate dan Bruneigate
Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengeluarkan memorandum pembubaran parlemen. Memorandum itu pun dijawab dengan angket tentang kasus Bulog dan sumbangan sultan Brunei (Buloggate dan Bruneigate) di tahun 2000.
Pansus hak angket tersebut adalah Bachtiar Chamsyah. Selain adanya hak angket ini, pada era pemerintahan Gus Dur juga ada beberapa hak interpelasi yang digulirkan DPR.
Akhirnya pada tahun 2001, Gus Dur di-impeach dan digantikan oleh Megawati Soekarnoputri yang kala itu merupakan Wakil Presiden RI.